Dikatakan bahwa Mpu Hubayun adalah seorang ahli astrologi dan astronomi yang hidup pada zaman Kerajaan Medang. Ia menciptakan kalender Jawa pertama berdasarkan pergerakan matahari dan bintang-bintang. Kalender Jawa yang dibuat oleh Mpu Hubayun memiliki siklus tahunan yang terdiri dari 12 bulan dengan jumlah hari bervariasi antara 29-31 hari. Tahun dalam kalender ini konon sudah dimulai sejak 911 SM (sebelum Masehi) di masa Keraton Purwacarita. Kalender Jawa ini memperhatikan alam sekitar, termasuk tanda-tanda alam seperti suara jangkrik atau belalang, dan masih digunakan hingga saat ini.
Selain menciptakan Kalender Jawa, Mpu Hubayun juga memiliki peran penting dalam mengubah huruf dan aksara Jawa. Pada masa Prabu Sri Mahapunggung I, sekitar 50 SM, terjadi beberapa perubahan dalam sastra Jawa berdasarkan asal usul atau isi semesta, yang disebut Sangkan Paraning Bawana. Kalender Jawa yang diciptakan oleh Mpu Hubayun terus diwariskan secara turun-temurun dan masih berlaku hingga saat ini di hampir seluruh Pulau Jawa.
Namun ada juga yang menyebut bahwa Mpu Hubayun merupakan tokoh kontroversi, karena beberapa alasan seperti :
- Jumlah aksara jawa yang diciptakan sebanyak 20, sedangkan aksara jawa yang dikenal ada 50
- Tidak ada prasasti beraksara jawa ditemukan yang berusia sekitar ± tahun 911 SM, melainkan prasasti dengan aksara Pallawa & Kawi.
- Iidak ada sumber rujukan tertulis
Kalender Jawa adalah bagian dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan unik. Kalender ini memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Jawa sebagai acuan untuk menentukan hari baik dan buruk dalam kegiatan keagamaan, pertanian, dan kehidupan sehari-hari.
Kisah asal usul kalender Jawa melibatkan perjalanan panjang sejarah dan percampuran budaya. Dari awal kemunculannya, pengaruh budaya Hindu-Buddha sangat mempengaruhi pembentukan kalender, membawanya ke dalam pandangan yang unik dan mencerminkan kearifan lokal.
Menariknya, kalender Jawa memadukan tiga sistem penanggalan dari budaya berbeda: sistem penanggalan hijriyah (Islam), sistem penanggalan Hindu, dan sistem penanggalan Masehi (Julian) dari budaya Barat. Tiga sistem tersebut mulanya beredar dan digunakan di masyarakat secara terpisah. Namun, Sultan Agung mengusulkan penyatuan kalender guna memperkuat persatuan di wilayah Mataram untuk melawan bangsa asing. Kalender Jawa baru dimulai pada tanggal 1 Badrawana tahun Sri Harsa Windu Kuntara (tanggal 1, bulan 1, tahun 1, dan windu 1), bertepatan dengan hari Radite Kasih (Minggu Kliwon) pada 21 Juni 78 Masehi.
Sebagai salah satu warisan budaya, kita perlu bangga memiliki Kalender Jawa sebagai ciri khas unik yang dimiliki Indonesia. Dengan mempelajarinya, kita dapat meneruskan ilmu ini ke generasi di masa depan, dan memastikan keberadaan sistem penanggalan ini agar tetap lestari.