Mpu Hubayun: Misteri Sang Pencetus Kalender Jawa Kuno dan Jejaknya dalam Kebudayaan Nusantara

Terbit pada 24 Juni 2025 oleh penulis 4 min

Kalender Jawa, sebuah sistem penanggalan yang kaya akan filosofi dan kearifan lokal, tak bisa dilepaskan dari sosok misterius bernama Mpu Hubayun. Dikenal sebagai pencipta Kalender Jawa Purwa atau Purwacarita, perannya dalam sejarah penanggalan Jawa telah melahirkan berbagai penelitian dan perdebatan, terutama karena minimnya bukti tertulis yang sezaman.

Siapakah Mpu Hubayun?

Mpu Hubayun diyakini sebagai seorang ahli astrologi dan astronomi ulung yang hidup pada masa Keraton Purwacarita, sebuah kerajaan kuno yang diperkirakan berada di wilayah Jawa Tengah. Karyanya yang paling monumental adalah penciptaan kalender Jawa pertama yang berbasis pada pergerakan matahari dan bintang-bintang.

Kalender Jawa Purwa ini memiliki siklus tahunan 12 bulan dengan jumlah hari yang bervariasi antara 29 hingga 31 hari. Yang menarik, tahun dalam kalender ini konon sudah dimulai sejak 911 SM. Ini menjadikan kalender ciptaan Mpu Hubayun jauh lebih tua dibanding kalender Jawa yang kita kenal saat ini. Keunikan lainnya adalah perhatiannya terhadap alam sekitar, termasuk tanda-tanda alam seperti suara jangkrik atau belalang, yang mencerminkan integrasi mendalam antara manusia dan lingkungannya.

Melacak Jejak Kalender Jawa Purwa

Meskipun Kalender Jawa Purwa yang asli dari Mpu Hubayun tidak lagi digunakan secara umum oleh masyarakat modern, prinsip-prinsip dasarnya tetap menjadi subjek kajian para ahli penanggalan Jawa kuno. Beberapa pihak meyakini bahwa pada 22 Juni 2022, kita memasuki Tahun Jawa Purwa 2933, menandakan bahwa sistem perhitungan ini masih terus dipelajari dan dihidupkan oleh komunitas tertentu.

Berbeda dengan kalender Jawa yang kita kenal saat ini — yang merupakan hasil sinkretisme dan reformasi Sultan Agung pada abad ke-17 Masehi — kalender Mpu Hubayun disebut-sebut sebagai bentuk penanggalan Jawa yang paling orisinal, sebelum dicampur dengan elemen kalender Islam dan Hindu.

Kontroversi Seputar Mpu Hubayun

ilustrasi aksara jawa

Seperti banyak tokoh kuno lainnya yang informasinya diturunkan secara lisan atau melalui naskah-naskah belakangan, Mpu Hubayun juga tidak luput dari kontroversi. Beberapa akademisi dan sejarawan mengajukan keraguan atas klaim-klaim tertentu:

  • Aksara Jawa: Klaim bahwa Mpu Hubayun berperan penting dalam mengubah atau menciptakan aksara Jawa (konon 20 aksara) pada sekitar 50 SM, tidak didukung oleh bukti arkeologis yang kuat. Aksara Jawa (Kawi) yang dikenal saat ini berkembang dari aksara Pallawa dan baru muncul dalam prasasti-prasasti jauh setelah 50 SM.
  • Minimnya Bukti Arkeologis: Hingga kini, belum ditemukan prasasti beraksara Jawa yang berusia sekitar 911 SM. Prasasti-prasasti dari periode tersebut umumnya menggunakan aksara Pallawa atau Kawi awal.
  • Ketiadaan Sumber Rujukan Tertulis Sezaman: Sebagian besar informasi mengenai Mpu Hubayun berasal dari babad atau primbon yang ditulis berabad-abad setelah masa hidupnya, sehingga validitasnya sulit diverifikasi secara ketat.

Kontroversi ini tidak mengurangi pentingnya Mpu Hubayun sebagai figur yang menginspirasi, namun menegaskan pentingnya pendekatan kritis dalam menelusuri sejarah.


Kalender Jawa: Warisan Budaya yang Terus Berkembang

Terlepas dari perdebatan seputar Mpu Hubayun, Kalender Jawa adalah bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan unik. Perannya sangat sentral dalam kehidupan masyarakat Jawa, menjadi acuan untuk menentukan hari baik atau buruk dalam kegiatan keagamaan, pertanian, hingga kehidupan sehari-hari.

Kisah asal-usul kalender Jawa modern melibatkan perjalanan sejarah yang panjang dan percampuran budaya. Dari awal kemunculannya, pengaruh Hindu-Buddha sangat kuat, kemudian disusul oleh masuknya Islam dan sedikit sentuhan Barat (Julian). Tiga sistem penanggalan ini mulanya beredar terpisah.

Titik balik penting terjadi pada masa Sultan Agung dari Mataram di abad ke-17 Masehi. Untuk memperkuat persatuan di wilayah Mataram dan melawan dominasi asing, Sultan Agung mengusulkan penyatuan kalender. Ia memadukan sistem Hijriyah (Islam), Hindu, dan Masehi, yang kemudian melahirkan kalender Jawa yang kita kenal sekarang. Kalender Jawa baru ini secara resmi dimulai pada 1 Muharram 1043 H, yang bertepatan dengan Jumat Legi, 8 Juli 1633 Masehi.

Sebagai salah satu ciri khas Indonesia yang tak ternilai, Kalender Jawa adalah cerminan kearifan lokal yang patut kita banggakan. Dengan terus mempelajari dan memahaminya, kita tidak hanya melestarikan ilmu dari masa lalu, tetapi juga memastikan bahwa sistem penanggalan yang unik ini tetap lestari untuk generasi mendatang.

Seedbacklink