Leader Baik : Menanggapi Izin Tidak Masuk Kerja

Dalam dunia kerja yang terus berubah, paradigma tentang produktivitas dan pengukuran kinerja juga mengalami pergeseran. Bukan lagi jam kerja yang menjadi fokus utama, melainkan hasil yang dihasilkan oleh karyawan.

Leader yang baik mungkin akan bosan dengan kalimat-kalimat berikut :

  • Bolehkah saya pulang lebih awal hari ini
  • Saya akan pulang terlambat besok pagi
  • Anak saya sakit, bolehkah saya pulang cepat
  • Saya ada janji dengan dokter besok, bolehkah?
  • Saya akan pulang terlambat dari makan siang, ada beberapa hal yang harus saya bereskan.

Kenapa harus begitu ? Ketika kita mempekerjakan seseorang, sudah seharusnya leader perusahaan melakukannya dengan keyakinan penuh bahwa karyawan memiliki kemampuan dan komitmen untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Kepercayaan ini menjadi dasar hubungan kerja yang baik, di mana leader tidak perlu memantau setiap jam kerja karyawan atau meminta penjelasan terperinci tentang setiap keputusan.

ilustrasi leader dan karyawan

Tapi sebagai leader yang baik tentu akan merespons izin tidak masuk kerja dengan bijaksana. Pertama-tama, kita harus memahami alasan di balik izin tersebut dengan atau tanpa bertanya lebih detail. Apakah karyawan menghadapi situasi darurat, masalah kesehatan, atau keperluan pribadi yang mendesak? Dengan memahami konteksnya, kita dapat menunjukkan empati dan fleksibilitas.

Kedua, komunikasi adalah kunci. Berbicaralah dengan karyawan secara terbuka dan jujur. Sampaikan bahwa kita menghargai kebutuhan mereka dan berharap mereka segera pulih atau menyelesaikan urusan pribadi mereka. Selain itu, pastikan ada mekanisme penggantian tugas atau tanggung jawab selama absensi karyawan. Dengan pendekatan yang baik, kita dapat memastikan keseimbangan antara kebutuhan individu dan produktivitas tim.

Seorang leader yang baik harus percaya bahwa karyawan tahu bagaimana mengelola waktu dan sumber daya dengan bijaksana. Tanggung jawab karyawan bukan hanya terbatas pada jam kerja, tetapi juga pada hasil yang mereka capai.

Jika kamu mewakili perusahaan atau memimpin sekelompok karyawan akan sepenuhnya harus setuju dengan pandangan ini! Memperlakukan karyawan sebagai orang dewasa adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan bahagia.

  1. Memberikan Otonomi: Percayakan tanggung jawab kepada karyawan. Biarkan mereka mengatur waktu dan cara kerja mereka sendiri, selama hasilnya memuaskan.

  2. Hormati Kehidupan Pribadi: Ingatlah bahwa karyawan memiliki kehidupan di luar pekerjaan. Berikan fleksibilitas untuk mengatasi situasi pribadi tanpa membuat mereka merasa bersalah.

  3. Jangan Manipulasi Psikologis: Jangan membuat karyawan merasa bersyukur karena tidak dipecat setiap hari. Fokus pada hasil kerja dan kontribusi mereka.

Ingatlah bahwa produktivitas dan kebahagiaan karyawan lebih penting daripada menghitung jam kerja. Akhirnya, apa yang benar-benar penting adalah hasil yang dihasilkan. Jika karyawan mencapai target dan memberikan kontribusi positif, itu yang seharusnya dihargai. Jadi, mari kita fokus pada hasil dan membangun lingkungan kerja yang saling percaya!