Pakar gizi klinis dari RSUP Persahabatan, Krisnugra Ramdhani Rasyi, menekankan pentingnya nutrisi yang tepat dalam proses pemulihan pasien tuberkulosis (TB). Asupan gizi yang baik tidak hanya membantu memperbaiki status gizi, tetapi juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang seringkali terganggu akibat infeksi TB.
Menurut Krisnugra, intervensi gizi sebaiknya dimulai sejak diagnosis TB ditegakkan. Pendekatan diet yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi klinis masing-masing pasien. Kebutuhan energi pasien TB meningkat karena tubuh memerlukan energi ekstra untuk proses penyembuhan dan pemulihan berat badan, terutama jika pasien mengalami malnutrisi.
Karbohidrat memegang peranan krusial sebagai sumber energi utama bagi sel-sel yang terlibat dalam sistem imun. Selain itu, karbohidrat juga membantu menghemat protein agar tidak digunakan sebagai sumber energi. Pasien TB yang menjalani terapi obat seringkali mengalami efek samping seperti mual dan kehilangan nafsu makan, yang dapat mempengaruhi asupan nutrisi mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien TB, Krisnugra menyarankan pendekatan praktis. Secara umum, kebutuhan kalori berkisar antara 35-40 kilokalori per kilogram berat badan. Protein sebaiknya mencakup 15%-30% dari total kalori, atau sekitar 1,2-1,5 gram per kilogram berat badan. Lemak sebaiknya menyumbang 25%-35% dari total kalori, sementara karbohidrat sekitar 45-65%. Asupan serat harian yang direkomendasikan adalah 25 gram.
Asesmen gizi berkala dan konsultasi dengan ahli gizi sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan terapi gizi yang tepat. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat memengaruhi morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada pasien TB.
Protein hewani, seperti telur, merupakan sumber protein yang baik karena memiliki nilai biologis tinggi dan mudah diserap oleh tubuh. Lemak juga penting untuk mengangkut vitamin, dan lemak tak jenuh seperti omega-9 dapat membantu mencegah peradangan pada penyakit kronis. Pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral juga sangat penting karena kadar vitamin A, D, E, serta mineral seperti besi, seng, dan selenium seringkali menurun pada penderita TB.
Sebagai alternatif nasi, pasien dapat mengonsumsi ubi, singkong, atau talas. Pemberian makanan dengan densitas kalori tinggi, seperti susu tinggi kalori atau makanan yang dikentalkan, juga dapat membantu memenuhi kebutuhan energi. Hindari makanan beraroma menyengat yang dapat memicu mual, seperti makanan berminyak atau bersantan. Dorong pasien untuk mengonsumsi makanan sebanyak mungkin saat tidak merasa mual.
Kementerian Kesehatan RI terus berupaya memperkuat penemuan kasus TB dengan memanfaatkan teknologi terkini. Hal ini sejalan dengan upaya global untuk mengakhiri epidemi TB pada tahun 2030, seperti yang dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Deteksi dini dan penanganan yang komprehensif, termasuk dukungan nutrisi yang adekuat, merupakan kunci keberhasilan dalam memerangi TB.